Kisah awal desa Ngadipuro adalah suatu fenomena yang sangat unik. Menurut cerita orang tua masa dulu desa yang penuh pepohonan dan hutan belantara begitu juga tanahnya yang masih subur sekali dikarenakan penduduknya masih sedikit. Mungkin hanya 10 KK sampai 11 KK, itupun hanya pendatang.
Seseorang tersebut terpaksa membuka lahan untuk dijadikan tempat bermukim juga sekaligus ladang pertanian. Nah, lambat laun salah satu dari keluarga mereka yang berada di luar daerah memberitahu keadaannya. Keluarga yang ada di luar daerah datang menengoknya untuk bersilaturahmi. Sesampai di desa tujuan, lama kelamaan orang tersebut tertarik dengan panorama desa yang sangat tentram dan aman. Akhirnya orang itu ikut bermukim dan daerah tersebut belum diberi nama.
Melihat keadaan daerah yang begitu strategis, orang lain ikut berbondong-bondong ikut bermukim, misalnya dari Ponorogo, trenggalek, dan Tulungagung. Lama kelamaan bertambah penduduknya dan bertambah ramai.
Dari situlah terciptalah nama desa yaitu Ngadipuro. ”Ngad” artinya Ngabdi, ”Puro” artinya Ngapuro. Nama tersebut diberikan karena Ngadipuro adalah desa yang aman dan tentram.
Setelah menjadi desa, masing-masing tanah dibidang lantas dilangsir oleh agrarian dan memilih tokoh masyarakat dijadikan kamituwo. Untuk kepala desa ikut wilayah Ngeni. Dari tahun ke tahun akhirnya wilayah Ngadipuro, tepatnya tahun 1971 lepaslah dari wilayah Ngeni. Memilih kepala desa sendiri yaitu bapak Subari. Kepemimpinan bapak Subari berlanjut sampai tahun 1995 dan mengadakan pemilihan kembali untuk dijadikan kepala desa yang kedua yaitu bapak Seto hingga sekarang.